Pemilu RIA

Anak muda, pernahkah sodara membaca sebuah ajakan dari seorang panitia pemilu luar negeri yang berbunyi kurang lebih demikian : “ajaklah 5 orang, Cuma 5 menit, untuk 5 tahun!!” ?

Kata-kata itu sungguh mengena di benak saya. Betapa tidak, suara akar rumput kita yang hanya mungkin mencontreng dengan satu mata, satu jari dan satu kepala saja, bisa mempengaruhi kehidupan bangsa tercinta ini. Kalo pun ada 1-2 orang yang berpikir tidak akan berpengaruh, padahal dia memiliki kesempatan “nyoret” pastilah memang dia adalah sampah masyarakat orang yang tidak berguna bagi nusa dan bangsa.

Siang tadi, sekitar jam 10 an, saya sudah berpikir sejenak untuk tidak nyoblos. Tapi tak pikir2, rasanya ada yang kurang bila saya tidak ikut andil sebagai WNI yang bijaksana, ganteng dan mapan ini. Alangkah bodohnya aku bila harus lari dari pemilu. Toh disana bisa bertemu dengan anaknya kpps, atau tetangganyalah… ya itung2 silaturahmi dengan teman2 sejawat dan juga tonggo teparo. Selain itu juga bisa mengecat kuku gratis, ya to anak muda??

Lalu, tanpa pandang bulu dan rambut lainnya, saya dengan mantab pun segera mencontreng muka kpps, dan tidak lupa juga memilih presiden yang saya anggap sebagai figure seorang pemimpin yang arif dan bijaksana. Tidak pernah mengkritik orang lain, dan bila di kritik hanya geleng2 saja..

Itu hanya sebagai hasil dari sebuah naluri manusia yang notabene “agak” berpendidikan sedikit. Jadi saya memilih orang yang berkecimpung di dunia pendidikan, agar beliau bisa mengerti keluhan para pelajar seperti saya ini. Ya to anak muda??

Apakah anda hari ini sudah nyoblos??entah nyoblos apa saya ndak mau tau…

fenomena DO

Ada ada saja tingkah laku para mahasiswa sekarang ini (mahasiswa lama dengan tingkah laku baru). Mereka seperti mengundi nasib di penghujung umurnya (sbg mahasiswa). Tatkala sesaat lagi terompet DO segera di kumandangkan, mereka baru tersadar bahwa terompet ditujukan kepadanya.

Entah apa yang ada dibenak mereka. Mungkin mereka berpikir akan diberi belas kasihan oleh para birokrat kampus menjelang ajalnya, layaknya si miskin yang mengharapkan sembako dalam antrian panjang di kelurahan. Atau seorang calon menantu pengangguran yang memohon kepada bapak si anak perempuan untuk dapat menikahi anaknya. Dan para penguasa pun hanya bilang “DL” (derita loe!!!)

Hwakakakakaka…… sungguh nista mereka ini. Termasuk juga yang menjalaninya. Memang orang selalu menjalankan filosofi “orang lari karena dikejar”, atau keluar kekuatan bila sudah kepepet. Hal itu tentu sangat bagus sekali bila memang benar2 kepepet, dan bukan kita (mahasiswa) sendiri yang membuat itu menjadi kepepet. Dalam prakteknya, memang saya sendiri pun mengakui anak muda, selalu menggunakan waktu seadanya. Bila diberi satu jam, saya gunakan satu jam. Bila diberi lima tahun akan digunakan lima tahun, begitukah??tentu tidak paduka!!!

Salah dua lagi yang mungkin ada dibenak pikiran mereka. Kuliah adalah hal terindah dalam hidupnya. Menyandang status mahasiswa mungkin adlah kebanggaanya. Walaupun dalam kenyataanya, mereka (sedikit) yang menguasai bidang studi yang digelutinya di dunia kampus. Mereka berpikir toh dalam kehidupan sehari-hari masih bisa cari makan tidak dengan kemampuan akademisnya. Dan yang lebih parah lagi, mungkin mereka berpikir, menyandang status mahasiswa labih baik daripada lulusan perguruan tinggi. Hal ini mungkin dikarenakan, bila mereka menyandang status sebagai jebolan alumni maka kewajiban mereka adalah mencari nafkah sendiri, atau mulai mencari kehidupan untuk dirinya sendiri. Sedangkan bila masih berstatus mahasiswa, mereka pikir kewajiban mencari pekerjaan atau sekedar uang saku bisa terabaikan, karena mereka adalah “tanggungan negara” , dalam hal ini adalah bapak biyunge dewe2.

Alangkah sengsaranya orang-orang seperti ini. Kuliah malas, lulus pun enggan, masih mengharapkan kucuran dana segar pula. Walau diberi kelulusan gratis pun, kulo yakin pola pikir “pengangguran” itu masih ada di benak mereka.

Namun tidak sedikit dari mereka yang benar2 padat dengan kesibukannya sehingga kuliah mereka pun terbengkelai. Karena kegiatanya sehari-hari, usahanya yang sangat melimpah, ataupun karena sudah sibuk mengurusi dunianya masing-masing, yang memang sangat memangkas waktu mereka. Orang-orang seperti ini yang patut kita acungi jempol hingga jempol kelima kita !!

Betapa tidak, mereka sudah memiliki kehidupan sebelum kelulusan mereka tiba. Mereka mencari kelulusan hanya menjalani kewajiban sebagai mahasiswa karena telah membayar SPP sekian tahun lamanya. Toh setelah mereka lulus mereka tidak perlu memulai kehidupannya dari awal. Mereka hanya melanjutkan apa yang sudah ada dibenak dan pikiran mereka saja.