Pengangguran, iseng atau profesi?
Jogjakarta berhati nyaman. Itulah slogan kota jogja tercinta ini. Orang luar menganggap jogja sebagai kota yang asri, sejuk, ramah, berbudaya, dan menjunjung estetika tradisional.
Jogja juga dikenal sebagai kota pelajar. Tak hayal lagi bila sebagian besar penduduk kota gudeg ini adalah mahasiswa rantau. Ini sudah berlangsung beberapa tahun lalu bahkan mungkin sampai besok anak cucu kita. Dengan catatan masih adanya perguruan tinggi di jogja.
Seperti kita ketahui, jogja selama tidak memiliki angkutan yang memadai baik dari segi jarak tempuh maupun jangkauan ke pelosok-pelosok kota. Ditambah lagi bila senja menjelang, bus kota pun menghilang seiring terbenamnya sang surya. Walaupun saat ini sudah lahir transjogja, namun tidak belum mendapat tanggapan positif dari masyarakat, terutama para pelaju dan pengguna motor.
Hal ini mendorong para pendatang untuk membawa kendaraan pribadi dari rumah atau daerah asalnya. Kendaraan yang paling murah meriah dengan biaya oprasional paling murah adalah sepeda motor. Hampir seluruh pelajar memiliki dan menggunakan motor sebagai moda transportasi mereka. Sehingga jalanan jogja yang sempit ini pun dikerumuni motor yang setiap tahun bertambah jumlahnya.
Melihat keadaan itu, banyak pihak yang memanfaatkan kesempatan itu. Mulai dari pencurian motor, helm, sampai pada pungli (pungutan liar). Pungli bukan saja pungutan pada saat memasuki daerah tertentu. Namun juga terjadi diseluruh hamparan pinggir jalan kota gudeg ini.
Pungli yang sering kita lihat adalah tukang parkir. Kita tahu kebaradaan dan fungsi dari tukang parkir. Mereka menjaga keamanan dan ketertiban parkir, yang tentu dengan imbalan (500 perak). Tarif itu berlaku untuk satu kali parkir, entah itu satu hari, satu jam, satu menit, atau bahkan hanya sesaat saja.
Pada umunya tukang parkir ini beroperasi di toko-toko, counter bahkan sampai didalam kampus. Banyak orang yang sudah mengeluh dan resah akan adanya tukang parkir ini. Mereka tidak tahu pasti apa funsi dari uang Rp.500 yang mereka bayarkan. Untuk menjaga keamanan kah? Ketertiban? Hanya membantu menarik dan menata kendaraan? Atau hanya sekedar membayar lahan yang digunakan untuk nogkrong motor si pengunjung? Padahal kita tahu bahwa pinggiran jalan adalah daerah milik jalan atau DLLAJ. Sebenarnya jika (harus) membayar tentu kita membayarkannya kepada yang punya jalan. Aneh bukan?
Member uang Rp.500 memang tidak begitu berpengaruh untuk si pengunjung. Namun bila dipikirkan lagi apa yang kita dapat dari Rp.500 itu, tentu akan menjadikan kita perhitungan. Hal yang lebih menjengkelkan adalah ketika kita mencari suatu barang dari toko satu ke toko lainnya, tentu kita akan banyak memarkir kendaraan kita. Otomatis pula kita harus mengeluarkan Rp.500 setiap kita singgah, walaupun hanya sesaat dan barang yang kita cari belum didapatkan.
Hitung saja jika dalam sehari ada 100 pengunjung, tentu uang Rp.50ribu akan mereka dapatkan. Namun apa yang pengunjung dapatkan?keamanan, ketertiban, atau kenyamanan? Bila kedapatan kita kehilangan helm atau bahkan motor sekalipun, apa mereka juga mau mengggantinya? Pastilah tidak. Lalu apa fungsi mereka disana?
Itulah yang saya uraikan dalam tulisan ini. Ada dan tidaknya mereka (tukang parkir pinggir jalan) tidak mempengaruhi kelangsungan kehidupan umat manusia. Padahal kita tahu, sebuah profesi pasti akan berpengaruh dan bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan orang banyak. Jadi, apakah tukang parkir itu profesi, atau hanya pengangguran yang iseng daripada tidak ada kerjaan saja? Hanya mereka yang tahu, hanya mereka yang merasakan.
Jika berbicara tentang pengangguran, banyak pihak yang mengkambinghitamkan menyalahkan pemerintah. Mereka menuntut adanya lapangan pekerjaan, tanpa disadari ada dan tidaknya ketrampilan yang mereka miliki. Bila masyarakat (penganggur) yang memiliki ketrampilan, sudah pasti mereka diterima kerja di suatu lembaga, atau bahkan mereka dapat mendirikan lapangan pekerjaan minimal untuk dirinya sendiri. Karena bila diri kita kreatif dan terampil, banyak pihak yang membutuhkan kita, dan itu adalah pekerjaan. Jika semua kebanyakan orang berpikir untuk mencari pekerjaan, kita hitung pula berapa luas jalan yang akan mereka bagi untuk dijadikan lahan parkir mereka? Sungguh memalukan.
Orang bekerja bukan hanya mencari materi. Tapi juga kepuasan, kesenagan akan pekerjaan itu, tanggungjawab sosial kepada masyarakat disekitarnya, panggilan hidup dan yang tak kalah adalah mencari ridho Tuhan. Wallahualam bissawab.